Bitter or better, cheer up!
Rabu, 04 Juli 2018
Masihkah Tanda Tanya ataukah Sudah Titik
Pernahkah kita sejenak berpikir, hal yang dulu amat sangat kita tidak
suka bahkan cenderung menjurus benci, kedepannya bisa jadi akan jadi hal yang kita gila-gilai? Seperti halnya manusia, di satu masa dia ada di posisi X,
di masa yang lain bisa jadi dia berpindah ke posisi Y, yang menjadi peer bukan
posisinya tapi cara memandangnya, beda posisi secara otomatis membuat pandangan
pun tentu berubah bukan? Dan cara memandang sesuatu selalu menjadi hal yang
pelik dan tak jarang menjebak. Disaat kita memandang merah bisa jadi dimata
oranglain yang kita pandang adalah biru. Ini bukan kesalahan siapa-siapa
sepertinya, hanya berbeda persepsi tentang pandangan, jarak dan arah adalah hal
besar yang akan selalu jadi pembeda antara satu manusia dengan manusia yang
lain. Akankah suatu masa, pembeda itu akan berubah menjadi sebuah persamaan?
Masih lebih besar tanda tanya dibanding titik saya kira. Proses masih panjang,
karena saya, kamu, kita, masih tetap hidup saat ini dan entah sampai kapan. Mari berproses.
Kamis, 25 Agustus 2016
Menjelang Badai atau Pelangi?
Disekitar ramai,
sangat ramai sampai cenderung bising. Tapi jauh didalam ternyata sepi, amat
sunyi sampai semua yang terlihat hanya seperti pertunjukan pantomim, bergerak
berucap tapi tak mengeluarkan suara. Aneh memang, iya. Tapi semua itu nyata,
bukan sekedar khayalan panjang yang lantas bersambung. Dia menyenangkan namun
juga menyebalkan. Dia mengasyikan tapi sebenarnya sering membuat mata sembab.
Dia yang dimaksud bukan sosok manusia, dia adalah kesendirian.
Kesendirian entah kata
benda atau kata kerja. Entah dia itu berwujud atau hanya ungkapan dari
sekumpulan makna. Dia yang dulu diacuhkan, dia sering menyapa tapi tak kalah
sering juga dianggap tak ada. Seperti rasa takut yang tiba-tiba menyelusup ke
kepala, tanpa aba-aba tanpa rencana. Dulu, sendiri itu berarti bebas, bisa
kesana kemari dan melakukan apapun tanpa peduli perasaan orang yang harus kita
jaga. Sendiri itu menyenangkan. Tak ada kekangan, tak ada aturan dan tak ada
kewajiban untuk saling menyapa. Tapi akhir-akhir ini kesendirian sudah tidak
bisa lagi dijadikan kawan, mendadak dia berubah jadi “sosok” menakutkan,
mengancam. Seiring waktu, kesendirian seakan bisa mengumandangkan peringatan
bencana, dia lantang berucap, “ bersiaplah sesuatu yang tidak kau sukai bahkan
kamu benci akan segera datang, kamu tidak bisa lari kamu tidak sembunyi!”. Terdengar
menyeramkan bukan? Ya, seperti itulah juga rasanya perasaan satu hawa saat ini,
dihantui rasa takut akan selamanya berkawan dengan kesendirian. Dia yang dulu
membanggakan kesendirian tapi sekarang untuk sekedar bisa lepas darinya pun sangat
amat sulit. Dia memberontak, dia meronta dan kadang dia menjerit, lantang, tapi
anehnya kesendirian tetap saja betah berkawan, masih terus menguntit layaknya
bayangan, enggan lepas kecuali raga berpisah dengan jiwa.
Senin, 11 April 2016
Rambut Baru Di Korea Festival 2016
Annyeong haseyo
yeorobun… Lama juga ya aku ga post disini, kadar kemalasan merangkai kata
sedang jauh diambang batas kenormalan kayanya, mianhae ^^
By the way, maafin
juga gaya bahasa aku yang mendadak ala-ala ebiji
aka abg gahol korea ,
hahaha. Padahal sebenernya kealayan ala-ala ebiji korea ini udah lama banget aku
jalanin lho (?), cuma ya baru ke reveal di blog ini sekarang aja lol. Oke back
to ide postingan ini adalah, aku yang mau PAMER, IYA BENERAN PAMER, soal rambut
baru aku yang Alhamdulillah sekali kali ini no gagal potong! Yes finally
pemirsa, setelah penantian panjang dari beberapa bulan lalu, aku yang macam
Syahrini maju mundur mau bikin pendek ini rambut, akhirnya udah 2 minggu ini
nyaman sama si pendek. Yippiiiie, berasa kaya anak ebiji lagi loh efeknya,
berasa unyu-unyu gimana gitu hahahaa. Fresh dan no rempong juga, meskipun tetep
selalu ngerasa gerah dan ujung-ujungnya diiket lagi aja itu rambut, kasian.
FYI aja nih, padahal
aku potong rambut ini tuh beneran ga niat sama sekali. Waktu itu aku kebetulan
lagi ga enak badan jadi terpaksa deh weekend malah diem doang dirumah, dan
saking betenya jadilah itu Sabtu siang minta dianterin ke salon “bences” yang
letaknya masih ga terlalu jauh dari komplek rumah, dan sekedar info aib lainnya
juga, waktu itu aku dalam keadaan belum mandi sejak Jumat sore, jadi udah bisa
ngebayangin dong sekumuh apa penampilan aku, hahahahaa. Oke singkat cerita aku
bilang lah itu ke mas-mba (?) salonnya, pengen potong pendek dan rata, pokonya
bikin kaya orang normal alias ga kaya orang sakit tifus aka kaya anak tikus
kecebor got. Dan entah apa yang terjadi berikutnya, saat aku udah ga peduli dan
ga mau nengok kaca sama sekali pas prosesi guntingan demi guntingan itu
terjadi, halah, maka selesailah semuanya.
Tadaaaa, jadilah
rambut aku yang lebih pendek dan rata tanpa cuat-cuatan ga jelas. Yuhuuuu happy
dong happy. Eh tapi kesumringahan (atau keberuntungan) aku itu ga mau aku
sia-siain dengan begitu aja dong, inget kalo aku masih ada stok satu cat rambut
dengan merk dan warna yang baru akan pertama kali aku coba, yaudah sekalian aja
aku ganti warna rambut. Ya, praktisnya pengen bikin rambut baru versi yang
lebih feminim-cuteable gitu lah hahahaa.
Tanpa babibu si
mas-mba kembali pegang-pegang rambut aku lagi, kali ini bermain dengan warna
yang aku pilih, medium golden brown. Warna yang jauh lebih dark dibanding
blonde, warna cat rambut yang biasa aku pake tiap 3 bulan sekali. Ya selama itu
bukan warna hitam aku sih ayo-ayo aja, toh nanti juga masih bisa aku bikin
light lagi kalo emang kurang suka, iya engga? Hahahaa
Setelah sejam nunggu
dengan harap-harap cemas, jadilah rambut aku berubah, udah pendek plus sekarang
dengan warna yang lebih gelap dan cenderung terlihat kalem alias aman. Hmmm sekilas sempat agak
aneh dan kurang suka sih, karena ya biasanya warna light gitu loh, hehee. Tapi
aku dealing aja sama diri sendiri, liat setelah 3-5 kali keramas which is itu
artinya sekitar 2 minggu kemudian, kalo warnanya masih terlalu gelap ya aku
warnain balik ke blonde aja lah.
And the day came,
setelah pas 2 minggu dari prosesi ganti tampilan rambut, hari Minggu kemarin
aku uji coba dengan jalan ke LoVe aka Lotte
Shopping Avenue . Aku pengen tes penampilan baru
rambut aku ini dengan jalan di siang ampe malem, dari mulai outdoor ampe
indoor, cekrek sana-sini, posting sosmed terus liat deh komen orang gimana.
Rencananya sih pengen liat Korea Festival 2016 yang emang dari tahun lalu rutin
aku datengin. Lumayan dong bisa nonton yang berbau Korea langsung dari pihak
kedutaannya dan berita baik yang lainnya adalah itu semua free gaes, woooo
dapet serunya, dapet moment-nya dan hemat pula, siapa coba yang bisa nolak? Hehehe
Dan yang bikin aku
makin seneng adalah ternyata hampir 90% respon orang-orang soal penampilan baru
rambut aku ini mereka suka, ampe nanya potong dimana, pake cat merk apa,
berapaan, dan blablabla setelahnya hanya pujian ala-ala hahahaha. Bersyukur
sekali lah ya, seengganya prosesi potong rambut ini ga lagi gagal dan berakhir
dengan perasaan seperti orang sakit tifus. Dan plus-plus lainnya adalah bisa
ngeksis di Korea Festival yang cuma diadain setahun sekali dengan penampilan
yang jauh lebih nyaman dari tahun lalu itu rasanya ah-mazing lho chingu,
beneran deh hehe. Tingkat kepedean meningkat, nafsu makan pun begitu alhasil
pipi makin cubitable ( apa sih hahaha ).
Anyway, oleh-oleh dari
event tahun ini adalah perasaan yang semakin meninggi nan membuncah untuk bisa
beneran dateng ke negeri ginseng, buktiin langsung gimana loveable nya Negara
oppa-eonni, gimana nyamannya makan street food, jalan-jalan malam ala ebiji
korea di sepanjang sungai Han, romantisan di Nami Island ampe sensasi belanja
ampe subuh di pusat-pusat perbelanjaan. Duh, niatnya sih 2018 akhir bisa
kesana, dengan perhitungan tahun ini maksimal tri semester pertama 2017 beli
tiket pp baru 2017 pertengahan sampe 2018 nabung buat segala macam biaya hidup
selama disana. Semoga aja bisa ikut diaminin malaikat ya, biar Tuhan makin
nitipin rezeki yang melimpah karena sisipan doa kurang ajar macam gitu.
Selasa, 15 Maret 2016
Hi, 23!
Hai untuk ke 23 kali-nya 15 Maret. Alhamdulillah masih diberi nikmat nafas untuk sampai kesini lagi. Untuk usia yang semakin menua ini tidak ada lagi doa yang (terlalu) egois selain tetap yang utama kesehatan mamah dan bapak, keluarga yang utuh-harmonis-dan lancar rezekinya. Sedang untuk doa egois lainnya, semoga Alloh masih memberi izin untuk memberi nikmat nafas setiap harinya, nikmat kemudahan dan keberkahan dalam setiap urusan dan semoga semakin dilimpahkan bahagia lahir dan batin. Oh ya satu lagi, nikmat dipertemukan dengan tepat waktu dengan jodoh dari-Nya juga.
Seiring angka bertambah bukan lagi perayaan atau ucapan sekedar formalitas yang diharap, tidak lain hanya doa yang dipanjatkan. Ya Alloh, semoga orangtua ku masih diberi nikmat umur panjang dan sehat, bisa melihat aku hidup bahagia nantinya. Karena apalah arti bahagia, saat yang utama tak lagi ada. Jika keberkahan ku (pasti) akan ditambah, maka izinkan aku bagi juga keberkahan itu dengan mamah dan bapak. Terimakasih untuk nikmat ini ya Rabb, semoga semakin berkah. Amiin ya Rabbal alamin.
Seiring angka bertambah bukan lagi perayaan atau ucapan sekedar formalitas yang diharap, tidak lain hanya doa yang dipanjatkan. Ya Alloh, semoga orangtua ku masih diberi nikmat umur panjang dan sehat, bisa melihat aku hidup bahagia nantinya. Karena apalah arti bahagia, saat yang utama tak lagi ada. Jika keberkahan ku (pasti) akan ditambah, maka izinkan aku bagi juga keberkahan itu dengan mamah dan bapak. Terimakasih untuk nikmat ini ya Rabb, semoga semakin berkah. Amiin ya Rabbal alamin.
Kamis, 10 Maret 2016
Pamit
Setelah
hampir satu bulan vakum menulis dan ngedumel lewat blog ini, here I come, tepuk
tangannya mana? ( ngomong sama karakter fiksi yang udah keterlaluan banyaknya
dikepala ).
Pamit. Bukan artinya aku mau say goodbye sama blog ini tapi itu satu judul lagu yang most played minggu ini di hp ku. Single terbaru milik Tulus. Penyanyi laki-laki berbadan plus size, dengan senyuman khasnya, pintar berdiksi dan entah kenapa musiknya selalu nempel di memori. Agak telat sebenarnya, karena single ini udah rilis dari akhir Februari lalu, tapi mau gimana lagi momen menemukan secara tidak sengajanya baru kejadian di minggu kedua Maret. Ah, Maret. Bulan yang selalu saja memberikan banyak temuan, banyak memori.
Back to pamit, inti lagu ini adalah hubungan dua lawan jenis yang terjebak di zona LDR (yups, topik ini tetap happening ). Saat sepasang sejoli berusaha menyangkal masalah perbedaan jarak dan waktu, saat si wanita mulai insecure dan saat setiap argumentasi selalu berujung dengan kata menyakitkan bagi keduanya. Sampai akhirnya si laki-laki minta izin buat pergi ( what the fuckin' joke), karena dia sudah cukup mengerti kalo semuanya terlalu dipaksakan. Part lirik yang paling menyayat ingatan buatku ( yes, it's a fact! ) adalah :
" yang berubah hanya tak lagi ku milikmu, kau masih bisa melihatku, kau harus percaya ku tetap teman baikmu "
Big lies banget
Kalo kalian mikir aku suka dan sampe segila ini dengan pamit adalah karena aku pernah punya unsuccess relationship with LDR, jawabannya adalah kalian salah. Karena bukan poin LDR yang jadi bahan garam dalam ingatan aku alias yang bikin perih. Pamit aku anggap dan aku gambarkan dengan hubungan nyata tanpa nama beberapa tahun silam. Hubungan antara aku-dan-dia-tanpa-pernah-jadi-kita, dia dengan Tuhannya dan aku dengan Yang Maha Esa. Keadaan yang kalo menurutku jauh lebih pelik dari sekedar jarak dan waktu yang masih bisa terlihat mata, sedang Tuhan, Dia kasat mata tapi aku dan dia tetap mempercayai keberadaannya meski dengan cara meyakini yang jelas berbeda.
Ah Tulus. Kamu berhasil bikin aku sembab dan bengkak, bukan cuma di mata tapi juga didalam dada. Sesuatu yang hanya alunan nada dan digabung dengan lirik serta dilantunkan oleh mulut, tapi efeknya so surprising for me.
Senang mengetahui masih ada musisi tanah air yang pintar berdiksi tanpa terkesan hiperbola bahkan gombal. Sebuah pencerahan, thanks God.
PS : semoga aku pun bisa benar-benar pamit dengan dia, someday
Rabu, 10 Februari 2016
Good Hair Gone Lepek
Long weekend yang sangat amat menguras emosi. Mungkin itulah
satu kalimat yang paling pas buat menggambarkan keadaan psikologis (?) aku
akhir minggu kemaren. Ya gimana ga nguras emosi jiwa dan raga coba, semua
rencana berantakan, mulai dari rencana pengen ngabisin waktu (dan uang?) dengan
cara muterin mall to mall, sampe mau
movie maraton, semuanya kandas seketika (halah bahasanya). Semua gara-gara
rambut sialan, salah potong rambut emang selalu dan udah pasti fatal
sefatal-fatalnya buat kondisi mood kedepannya.
Aku dengan hati yang masih mengkel dan agak kurang yakin
memutuskan buat sedikit, iya SEDIKIT aja, ‘merapihkan’ potongan rambut yang udah
mulai ga jelas bentukannya ke tangan seorang kapster salon di perumahan deket
rumah. Ya emang sih biasanya aku mempercayakan rambut aku itu ke tangan kapster
salon yang lumayan udah punya banyak cabang di mall-mall, tapi dikarenakan mood
lagi jelek dan tingkat mager udah sangat akut jadi ya terpaksalah ‘rapihin’
rambutnya ke tempat yang masih bisa dijangkau dalam 5-10 menit’an aja (tanpa macet
tentunya).
And the nightmare come, saat ngaca aku seketika pengen nangis
sekaligus pengen banting kaca yang ada tampilan muka dan tentu aja rambut aku
itu. Bener-bener deh itu bukan aku banget, aku jelek sejelek-jeleknya (
meskipun selama ini aku juga ga cukup wah buat dibilang cantik apalagi seksi
tapi tetep aja aku masih enak diliat), lah ini berubah jadi sosok perempuan
yang mirip abis kena penyakit tifus atau bahkan kanker (MAAAAAF). Rambutku yang
emang pada dasarnya kemarin udah kurang tebel, sekarang malah tampil makin
mengerikan dengan keadaan yang super tipiiiiiiiiis banget, bener-bener ga bervolume
sama sekali, lepek ga jelas. Duh Gusti, dosa aku apa sih kemarin kok ya ampe
begini banget rambut aku. Mau nangis ya malu, masa iya gara-gara salah potong rambut
aja ampe nangis di tempat umum, ya gengsi aku sedikitnya masih nyisalah. Dengan
mengepalkan tangan dan menumpuk segenap kekuatan di dada (lebay) aku beranjak
pulang, terus mandi dan kemudian sedikit merebahkan badan ke kasur, mencoba
berpikir positif.
“ Oke take a deep breath ti, calm down, tenang, relaks, ini cuma
sementara, paling cuma seminggu-dua minggu jeleknya, ntar abis keramas beberapa
kali juga ini rambut bakal berbentuk dan hasilnya bakal bikin kamu happy lagi
dan ga senyesel kaya sekarang. Tenang tenang, tunggu aja ya,, sabar…”
Itu kira-kira omongan aku yang aku tujukan buat diri aku
sendiri. Tapi ya Tuhan, tetep aja hati ini ga tenang, gelisah gundah gulana
merana ( dangdut abis euy ). Tidur ga bisa, makan juga ga nafsu, halah pokonya
bener-bener kepikiran. Aku nyesel banget, nyeseeeeel mampus malah, kalo tau
hasilnya bakal semengecewakan ini mending ga usah lah itu tadi so-so rapihin
rambut, eh ujung-ujungnya bukannya rapih yang ada malah bad messy lepek hair
begini. Mamaaaaaah, abi kudu kumaha?????? :((((((((
Sekarang baru hari ke-5 sejak bencana rambut itu dimulai, dan
kita liat apa aku bakal tetap bertahan dengan kelepekannya atau menyerah dengan
memangkasnya pendek. Tapi jujur aja dengan memangkasnya jadi pendek juga aku
kurang pede, wajahku kan
bulet tuh plus sekarang berponi depan pula, apa nantinya ga bakal keliatan jadi
kaya dora ya, duh hayati bener-bener bingung zainudin, raisa serba salah (
gila? Bodo amat!) >,<
Kamis, 04 Februari 2016
Hidup Sukses Itu Apa?
Hai hai, hari ini mau ‘ngedumel’ soal gawean nih hehehe. Jadi
tadi pagi itu aku nonton acara IMS ( Indonesia Morning Show ) di NET TV, ya udah jadi rutinitas aja sih, seru aja kalo pagi-pagi dimulai dengan menonton
sesuatu yang 'pinter', ga cuma ikut mainstream dengan nonton gosip ato acara
musik yang ga jelas, oke maaf. Nah salah satu topik berita yang tadi dibahas
itu adalah tentang rencana pemutusan kontrak alias phk di beberapa perusahaan
Jepang yang beroperasi di Indonesia
( dan kebanyakan di Cikarang, as we knows
). Duh ya ampun, otak mendadak langsung inget si aa, kakak cowok satu-satunya
yang semenjak lulus udah gawe di satu perusahaan impor Jepang yang ada di
kawasan Jababeka sana .
Ngeri aja ngebayangin kalo sampe dia ikut kena imbas gelombang phk,
naudzubillah.
Terus, di acara itu ada
bintang tamu nya gitu, satu dari pihak sipil dan satu lagi perwakilan
pemerintah. Masing-masing punya pendapatnya sendiri, tapi kesimpulan akhirnya
sama, Indonesia
butuh terobosan baru biar gimana caranya tenaga kerja kita yang udah gawe di
perusahaan luar tetep bisa ‘aman’ meskipun ada gerakan ekonomi apapun, tenaga
kerja kita mesti terampil dan kreatif. Ga boleh kalah sama saing sama tenaga
kerja luar. Kita punya semua sumber daya alam yang dibutuhkan, masalahnya
lagi-lagi soal gimana kita mengembangkan sumber daya manusianya. Mau
se-melimpah apapun SDA kalo SDM nya ga terampil ya habislah semua, kelar. Nah
kaya gitu lah kalo bisa diumpamain.
Topik tadi pagi lagi-lagi
bikin aku jadi makin mikir, udah alhamdulilah banget bisa gawe dikantor yang
sekarang. Apalagi kalo mau dirunut, sehabis lulus sekolah aku cuma nganggur 3
bulan sampe akhirnya keterima gawe di salah satu grup perusahaan media terbesar
di Indonesia ( sebut aja dia Indovision ), meskipun pertamanya gawe disana itu
udah berasa kaya dijajah pemerintah kolonial Belanda alias sistem kerjanya kaya
kerja rodi tapi toh dari sana juga aku dapet banyak pundi-pundi rupiah yang
lumayan bisa bikin kebutuhan hidup ( dan sosial ) terpenuhi. Dan helaan nafas
lelah selanjutnya adalah karena setelah
aku resign dari sana rasanya kok ya
ga lagi bisa dapet gawean dengan penghasilan yang lebih dari cukup, mulai dari
gawe dengan harus berangkat dari tempat kost jam
6-dan-ga-boleh-telat-dikit-karena-saking-berliku-likunya-perjalanan-menuju-kantor,
sampe akhirnya mutusin buat pindah dari ibukota dan stay di Bandung, etapi sialnya aku malah dapet musibah ( baca :
dijambret ) dan itu bikin kapok setengah mampus buat balik gawe lagi di Bandung-sampe-sekarang.
Kesialan berlanjut dengan akhirnya harus rela pindah ke rumah tercinta di
Ciamis, kerja disana yang baru bentar banget malah harus resign ( lagi dan lagi ) karena aku mesti dirawat. Ya Alloh, 2014 sampe
2015 awal itu bener-bener tahun yang berat, sangat berat. Tingkat stres sampe
udah nyaris mendekati depresi, astagfirullah, untung masih ada
orangtua-terutama-mamah yang masih mau support
dan mengerti soal kondisi aku saat itu ( nangis terharu ).
And
again, thanks God,
pertengahan 2015 kesabaran mulai berbuah, aku diterima kerja di perusahaanku
yang sekarang,. Meski secara penghasilan jauh berbeda dengan perusahan pertamaku-yang-kerjanya-rodi-macam-kuli
tapi secara waktu aku jadi bisa lebih banyak menikmati hidup. Bisa jalan-jalan,
atau sekedar leyeh-leyeh dirumah menikmati Sabtu-Minggu sore tanpa dibebani
setumpuk deadline. Ah, Tuhan memang
sangat adil.
Sukses itu memang tidak
melulu soal berapa banyak uang yang kita punya atau setinggi apa tumpukan surat penghargaan yang
kita punya. Sukses tidak semudah dan se-menyenangkan yang banyak orang pikirkan
( atau khayalkan ), sukses itu butuh usaha gila-gilaan, butuh proses yang lama,
engga lurus dan mulus, banyak terjal dan tikungannya, ga jarang juga harus
jatuh berkali-kali lantas mau ga mau kita harus bergegas bangkit lagi, mengejar
kesuksesan versi diri kita sendiri. Sukses itu relatif guys, tergantung apa yang kita pikirkan dan targetkan.
Langganan:
Postingan (Atom)